AkbarPost – Dari arena Olimpiade banyak kisah inspiratif yang menyentuh, manusiawi, contoh nyata perjuangan seorang anak manusia. Di latar belakang sebuah prestasi yang membanggakan si atlet atau negara di mana ia bela, terbentang kisah yang sering tak terduga, berliku, penuh cinta, hingga perjuangan heroik demi mempertahankan sesuatu yang kerap hanya bisa dipahami oleh si atlet itu sendiri.
Kisah Matthias Steiner ini salah satunya. Saat ia memenangkan medali emas untuk cabang angkat berat kelas 105 kg di Olimpiade Beijing 2008, emosinya begitu meluap-luap. Ia hampir menangis dan berkali-kali memukul lantai. Orang mungkin bertanya, apa gerangan yang melontarkan emosi Steiner hingga menggelegak seperti itu?
Bagi Steiner, prestasi meraih emas bagi Jerman di cabang angkat besi itu, tak semata suatu prestasi dari hasil latihan kerasnya. Itu adalah prestasi dari kekerasan hatinya, kekerasam kemauannya, kekerasan ambisinya mendapatkan cinta seorang perempuan berbeda bangsa. Demi cinta itu ia sampai rela melepaskan kewarganegaraan Austria untuk mengikuti sang istri yang warga negara Jerman. Inilah kisahnya..
Terkena Diabetes
Steiner lahir di Wina, Austria, 25 Agustus 1982, dari orangtua penggiat olahraga. Ayahnya, Friedrich Steiner adalah juara angkat berat dunia 20 kali. Dengan prestasi ayahnya seperti itu, Steiner mendapat lungsuran bakat dari ayahnya sebagai lifter. Steiner pun mulai menekuni olahraga angkat berat pada tahun 1995 saat usianya 13 tahun. Namun kecintaannya pada olahraga ini mendadak hancur ketika ia merayakan ulang tahunnya yang ke-18. Ia dinyatakan terkena diabetes.
Meski kaget dengan penyakitnya, ia memutuskan untuk tetap berlatih angkat berat. Prestasinya sendiri saat itu sudah cukup baik di kejuaraan angkat berat junior Eropa.
Tahun 2004 ia mewakili negaranya Austria ikut Olimpiade Athena. Namun ia hanya mampu mengangkat total 405 kg untuk kelas 105 kg. Ia sendiri hanya menduduki urutan ke-7 sehingga gagal mempersembahkan medali.
Kisah Cinta Austria-Jerman
Meski gagal meraih medali, seorang perempuan Jerman bernama Susann justru kepincut dengan penampilannya. Entah apa perasaan perempuan muda ini. Namun setelah selesai menyaksikan Steiner di TV ia mengontak stasiun TV itu untuk mencari alamat email Steiner. Dan melalui kontak email inilah mereka berkenalan. Perkenalan mereka berlanjut hingga keduanya menikah beberapa bulan kemudian.
Dalam kurun waktu 2004-2005, terjadi pergolakan hubungan Steiner dengan staf pelatih angkat berat Austria. Entah bagaimana kejadiannya. Yang jelas Steiner begitu terpukul. Sampai-sampai ia memutuskan untuk tidak memperkuat tim angkat besi negaranya, Austria. Ia lalu mengajukan diri menjadi warga negara Jerman mengikuti istrinya. Dalam bayangannya, kelak ia bisa memperkuat Jerman di berbagai kejuaraan Eropa atau dunia.
Ternyata niat itu tak mudah. Pengajuannya pindah kewarganegaraan tak gampang dipenuhi. Permohonan itu pun terkatung-katung. Karena itu selama menunggu aplikasinya terpenuhi, Steiner tak bisa mengikuti kejuaraan angkat berat.
Namun tekad Steiner sudah bulat. Ia memimpikan, sebelum tahun 2008 di mana pelaksanaan Olimpiade Beijing dilakukan, ia harus sudah mendapat kewarganegaraan Jerman. Dan tentu saja ia berharap, Federasi Angkat Berat Jerman pun bersedia memasukkannya sebagai salah satu atlet yang akan mewakili Jerman.
Susann tentu saja mendukung upaya ini. Karena semua kegiatan latihan dan perjalanannya biayanya ditanggung sendiri, mereka berdua menabung untuk semua keperluan itu.
Selama periode itu Steiner begabung di klub angkat berat Jerman, Chemnitser AC. Setelah menunggu beberapa lama, tampaknya, jalan menuju olimpiade pun makin mulus karena ia kemudian bisa berlatih di sasana angkat berat milik Federasi Angkat Berat Jerman dan dilatih oleh pelatih nasional Jerman, Frank Mantek.
Hanya saja sesuatu yang mengenaskan terjadi. Istrinya, Susann, mengalami kecelakaan lalu-lintas di pengujung tahun 2007 yang membuatnya koma. Saat di rumah sakit menunggu istrinya dengan penuh kesedihan, Steiner berjanji akan berusaha sekuat tenaga untuk meloloskan cita-citanya berlaga di Olimpiade Beijing sebagai hadiah untuk sang istri. Bahkan ia ingin mempersembahkan emas. Tak lama kemudian, Susann meninggal.
Olimpiade
Awal tahun 2008 berita gembira diterima Steiner. Permohonannya untuk menjadi warga negera Jerman diterima. Ia pun bisa berkompetisi di kejuaraan dunia mewakili Jerman. Bahkan pada 23 Januari ia lolos mewakili negara barunya untuk berlaga di Olimpiade Beijing. Hingga kemudian, Agustus 2008, sampailah ia ke babak final angkat berat kelas 105 kg Olimpiade Beijing. Di kelas ini ia bersaing dengan Evgeny Chigishev (Rusia) serta juara Eropa dan dunia Viktors Scerbatihs (Latvia).
Pada angkatan snatch, Steiner mampu mengangkat beban 203 kg. Namun itu hanya menempatkannya di posisi keempat. Ia mencoba menambah beban sebanyak 7 kg tapi gagal. Lebih buruknya, ia juga hampir gagal melewati lawan-lawannya saat berkompetisi di clean and jerk. Di percobaan kedua ia mampu mengangkat 248 kg. Namun itu tak cukup menjadi juara karena Chigishev mampu menangkat hingga 250 kg. Satu-satunya peluang agar ia juara, ia harus melebihi angka tertinggi Chigishev seberat 250 kg itu!
Steiner memang pantas kalau kehilangan harapan. Satu-satunya penggenjot semangat adalah ambisinya mempersembahkan medali emas untuk mendiang istrinya dan negara barunya. Karena itu, dengan semangat menggebu ia meminta bebannya dinaikkan 10 kg hingga 258 kg! Belum pernah ia mengangkat beban seberat itu. Tetapi itulah harapan terakhirnya. Jika ia berhasil, medali emas tentu di tangan.
Ia maju. Ia pegang beban itu. Mengusapnya. Lalu, hup, ia mengangkatnya. Ia jongkok sebentar menahan beban sebelum dengan cepat berdiri. Beban masih ada di bahunya, tinggal menangkatnya. Semua penonton diam terpaku. Ia berhenti beberapa saat menyiapkan tenaga. Setelah itu ia mengangkat beban 258 kg dan berhasil menahannya di udara. Penonton bersorak riuh rendah. Steiner membanting beban itu dan segera melepasnya emosinya yang dahsyat. Steiner pun meraih medali emas.
Saat pengalungan medali, ia mencium foto mendiang istrinya. Ternyata dengan harapan yang begitu tinggi, dorongan ambisi untuk membuktikan diri, dan hasrat mempersembahkan yang terbaik atas pengorbanan istrinya hingga ia meninggal, telah mendorong Steiner melakukan angkatan yang tak pernah dilakukannya sebelumnya. Ia meraih medali emas dengan total angkatan 461 kg. Luar biasa!
Spread the love